|
Dewi Saraswati (sumber: http://dexukeba.blogspot.com) |
Hari Saraswati adalah hari turunnya ilmu pengetahuan suci ke dunia untuk menuntun umat manusia dan semua makhluk untuk memcapai kesadaran tertinggi. Perayaan yang diperingati setiap 210 hari atau lebih kurang 7 bulan masehi adalah salah satu bentuk pemujaan kepada perwujudan Tuhan Yang Maha Esa sebagai dewi ilmu pengetahuan yaitu Dewi Saraswati.
|
gambar: ballidah.wordpress.com |
Ilmu pengetahuan sering disebutkan dengan perlambang seorang Dewi atau wanita cantik, dengan maksud adalah ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan suci merupakan hal sangat menarik untuk kita pandang, dekati dan pelajari. Umat Hindu di Bali khususnya akan merayakan hari Saraswati di seluruh tempat suci yang ada, seperti di rumah, atau di Pura Kawitan, dan terutamanya di masing-masing sekolah yang memang memiliki tempat persembahyangan yang dalam hal ini adalah Padmasana atau Pura.
|
Tari Rejang, dipentaskan menjelang persembahyangan |
Kalau dilihat secara umum, perayaan yang paling banyak dilakukan adalah di sekolah. Ini karena sekolah merupakan tempat belajar yang paling banyak kita jumpai saat ini, walaupun jaman dulu terdapat juga semacam pesraman atau perguruan-perguruan yang biasa juga disebut Asrham. Di sekolah merupakan tempat untuk belajar segala pengetahuan terutama kepada anak-anak usia produktif belajar. Pada usia ini seorang anak memiliki kecerdasan dan ketajaman pemahaman yang baik sehingga akan dengan cepat dapat menguasai sesuatu yang baru. Apalagi jika hal tersebut merupakan hal yang mereka senangi atau gemari. Seyogyanyalah lebih banyak ditanamkan budi pekerti dan cinta kasih kepada sesama, sehingga anak akan terbiasa untuk memiliki budi yang luhur dan mampu menghargai segala perbedaan yang ada.
|
Persembahan Canang Sari |
Perayaan Saraswati biasanya dilakukan pagi hari, sesuai dengan filosofi bahwa waktu yang paling baik untuk belajar adalah pada pagi hari. Dimana pikiran dan badan masih segar untuk menyerap dan memahami segala penjelasan mengenai suatu ilmu atau prinsip. Persembahan yang dilakukan akan dipimpin oleh seorang pemangku atau juga seorang Sulinggih kalau itu diadakan di Griya dimana ada yang menjadi pendeta Hindu disana. Persembahan berupa Canang Sari dan Soda atau Gebogan merupakan hal yang paling banyak dihaturkan oleh umat Hindu di Bali khususnya. Biasanya siswa menghaturkan Canang Sari yang berisi sesari sesuai dengan keikhlasan dan Gebogan yang berisi buah-buahan dan bunga. Ini sesuai dengan empat macam persembahan yang boleh dihaturkan kepada Tuhan yakni Bunga (Puspam), Buah (Palam), Air (Toyam), dan Daun (Patram).
|
Pemangku sedang mengantarkan persembahyangan |
Jadi kalau kita perhatikan setiap bentuk persembahan pasti akan mengandung keempat unsur tersebut. Adanya persembahan berupa daging hewan mungkin merupakan bentuk pemujaan yang ada di Bali sebelum masuknya Agama Hindu, dimana masih bersifat Animisme dan Dinamisme. Namun terutama yang harus diperhatikan adalah keikhlasan yang mempersembahkan. Bukan harus pada banyak atau besarnya persembahan. Meskipun besar atau kecil jika tidak didasari atas hati yang tulus dan ikhlas akan menjadi sesuatu yang sia-sia atau tiada arti. Maka dari itu hendaknya umat selalu menyadari atau membiasakan untuk menghaturkan buah atau keempat persembahan tadi kepada orang lain, baik kepada Pemangku yang telah mengantarkan persembahan itu atau siapapun agar tidak hanya dinikmati sendiri. Dari situlah bentuk nyata belajar keikhlasan dimulai.