Ini dia cerita saya lagi tentang kekayaan flora di Indonesia. Kali ini adalah mengenai suatu tumbuhan yang lebih mirip dengan bunga kalau dilihat sekilas tapi kalau lebih dekat dia lebih mirip buah. Tapi kalo lebih teliti lagi bisa disebut ini adalah buah bangkai raksasa. Ya, saya kasi label raksasa karena memang tingginya yang lebih dari satu meter.
Oke saya mulai saja detail cerita bunga yang ajaib ini. Kisahnya dimulai ketika waktu itu saya dan rombongan iring-iringan 'Ida Bhatara', kalau dalam hal ini adalah istilah yang umumnya ada di Bali untuk menyebut setingkat Dewa. Waktu itu sedang ada acara seremonial mengelilingi desa untuk memberikan berkat buat seluruh warga desa. Jadi tepatnya kira-kira pada beberapa hari setelah hari raya Galungan dan Kuningan yang merupakan salah satu dari sekian hari raya umat Hindu di Bali. Nah pas melewati daerah kuburan adat desa setempat, saya dan beberapa orang teman asik memperhatikan suatu pemandangan unik yakni ada sebuah tangkai besar berwarna hijau menjulang tinggi, dan pada hampir sepertiga ujung atasnya ada warna-warna bintik kemerahan. Sayangnya hari itu belum sempat untuk melihat lebih dekat maupun mengambil gambar.
Akhirnya baru pada tanggal 23 Juli 2011 pada pagi hari pukul 09.35-an WITA saya baru menyempatkan diri untuk melihat secara lebih dekat untuk mengambil foto sebanyak mungkin sehingga bisa saya bagi disini. Setelah melihat dari dekat, ternyata bunga/buah itu tumbuh dari tanah di sebuah lubang galian sedalam setengah meter. jadi semula yang saya kira tingginya kurang dari satu meter ternyata memiliki tinggi satu meter lebih, mungkin perkiraan saya sekitar satu meter tiga puluh senti (1,3 meter). Untuk lebih jelas bisa dilihat pada gambar. Diameter tangkainya kira-kira 7cm lebih kurang dengan panjang buahnya sekitar 40 cm. Yang dimaksud buah disini adalah bagian yang berisi bintik-bintik merah yang merupakan biji dimana semakin keatas warna merahnya semakin pekat dan sebaliknya lebih kebawah semakin kuning mengarah sampai pada hijau. Besar biji kira-kira lebih besar dari biji pepaya, tapi agak lebih kecil dari buah melinjo. Tapi anatomi bijinya sangat mirip buah melinjo.
Nah, pada waktu saya foto ini, buah pada bagian atasnya sudah hilang mungkin karena sudah jatuh sendiri atau sengaja dimakan burung. Tapi yang jelas, hampir 99 persen bunga atau buah ini bebas dari pengaruh campur tangan manusia karena tumbuhnya pas di area kuburan. Jadi bagi orang Bali umumnya sangat sakral untuk mengganggu apalagi mengambil sesuatu di area kuburan. Jumlah bijinya mungkin lebih dari seribu biji dan pada bagian paling atas sekali dari tangkai bunganya ada seperti sebuah lubang yang kalau diisi air, bisa menggenang. Bunga ini tidak berbau sama sekali, bahkan saya yang agak lama memperhatikan pun tidak mencium apa-apa. Jadi berbeda sekali mungkin dengan bunga bangkai yang memang mengandung aroma busuk untuk menarik minat beberapa spesies serangga.
Menurut orang-orang sekitar, bunga ini tumbuh sudah lebih dari sebulan yang lalunya dari waktu saya foto, dan masih terus ada alias belum busuk hampir lebih dari 2 bulan setelahnya. Jadi kira-kira 3 bulanpun buah bangkai ini belum mengalami pembusukan. Hanya bijinya saja yang berangsur-angsur rontok satu persatu. Mungkin sampai saat saya menulis artikel ini bunga itu masih tegak berdiri. Adapun lokasi tumbuhnya bunga ini adalah di Setra/Kuburan Adat Desa Abiansemal Kabupaten Badung Bali.
Kesimpulannya adalah ini kali pertama saya menyaksikan sendiri salah satu kekayaan flora yang menurut saya langka dan jarang-jarang sekali tumbuh karena dipengaruhi oleh cuaca tertentu mungkin pas kemarau yang memang agak panjang dari pebruari sampai september dimana pada tahun sebelumnya hujan berkepanjangan mengguyur wilayah tropis Indonesia.
Oke saya mulai saja detail cerita bunga yang ajaib ini. Kisahnya dimulai ketika waktu itu saya dan rombongan iring-iringan 'Ida Bhatara', kalau dalam hal ini adalah istilah yang umumnya ada di Bali untuk menyebut setingkat Dewa. Waktu itu sedang ada acara seremonial mengelilingi desa untuk memberikan berkat buat seluruh warga desa. Jadi tepatnya kira-kira pada beberapa hari setelah hari raya Galungan dan Kuningan yang merupakan salah satu dari sekian hari raya umat Hindu di Bali. Nah pas melewati daerah kuburan adat desa setempat, saya dan beberapa orang teman asik memperhatikan suatu pemandangan unik yakni ada sebuah tangkai besar berwarna hijau menjulang tinggi, dan pada hampir sepertiga ujung atasnya ada warna-warna bintik kemerahan. Sayangnya hari itu belum sempat untuk melihat lebih dekat maupun mengambil gambar.
Akhirnya baru pada tanggal 23 Juli 2011 pada pagi hari pukul 09.35-an WITA saya baru menyempatkan diri untuk melihat secara lebih dekat untuk mengambil foto sebanyak mungkin sehingga bisa saya bagi disini. Setelah melihat dari dekat, ternyata bunga/buah itu tumbuh dari tanah di sebuah lubang galian sedalam setengah meter. jadi semula yang saya kira tingginya kurang dari satu meter ternyata memiliki tinggi satu meter lebih, mungkin perkiraan saya sekitar satu meter tiga puluh senti (1,3 meter). Untuk lebih jelas bisa dilihat pada gambar. Diameter tangkainya kira-kira 7cm lebih kurang dengan panjang buahnya sekitar 40 cm. Yang dimaksud buah disini adalah bagian yang berisi bintik-bintik merah yang merupakan biji dimana semakin keatas warna merahnya semakin pekat dan sebaliknya lebih kebawah semakin kuning mengarah sampai pada hijau. Besar biji kira-kira lebih besar dari biji pepaya, tapi agak lebih kecil dari buah melinjo. Tapi anatomi bijinya sangat mirip buah melinjo.
Nah, pada waktu saya foto ini, buah pada bagian atasnya sudah hilang mungkin karena sudah jatuh sendiri atau sengaja dimakan burung. Tapi yang jelas, hampir 99 persen bunga atau buah ini bebas dari pengaruh campur tangan manusia karena tumbuhnya pas di area kuburan. Jadi bagi orang Bali umumnya sangat sakral untuk mengganggu apalagi mengambil sesuatu di area kuburan. Jumlah bijinya mungkin lebih dari seribu biji dan pada bagian paling atas sekali dari tangkai bunganya ada seperti sebuah lubang yang kalau diisi air, bisa menggenang. Bunga ini tidak berbau sama sekali, bahkan saya yang agak lama memperhatikan pun tidak mencium apa-apa. Jadi berbeda sekali mungkin dengan bunga bangkai yang memang mengandung aroma busuk untuk menarik minat beberapa spesies serangga.
Menurut orang-orang sekitar, bunga ini tumbuh sudah lebih dari sebulan yang lalunya dari waktu saya foto, dan masih terus ada alias belum busuk hampir lebih dari 2 bulan setelahnya. Jadi kira-kira 3 bulanpun buah bangkai ini belum mengalami pembusukan. Hanya bijinya saja yang berangsur-angsur rontok satu persatu. Mungkin sampai saat saya menulis artikel ini bunga itu masih tegak berdiri. Adapun lokasi tumbuhnya bunga ini adalah di Setra/Kuburan Adat Desa Abiansemal Kabupaten Badung Bali.
Kesimpulannya adalah ini kali pertama saya menyaksikan sendiri salah satu kekayaan flora yang menurut saya langka dan jarang-jarang sekali tumbuh karena dipengaruhi oleh cuaca tertentu mungkin pas kemarau yang memang agak panjang dari pebruari sampai september dimana pada tahun sebelumnya hujan berkepanjangan mengguyur wilayah tropis Indonesia.